Sabtu, 15 Januari 2022

 

Aksi Nyata Modul 1.4 ( Budaya Positif)

Penerapan Budaya Positif di Sekolah

             Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 3, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

             Untuk mengejawantahkan pembentukan watak dan peradaban ini, bisa dilakukan dengan cara menerapkan budaya positif di sekolah. Pengertian dalam wikipedia adalah kata budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi; diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultur yang berasal dari bahasa Inggris yaitu culture dan bahasa Latin cultura. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya adalah pikiran; akal budi atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah.

             Dalam penerapan budaya positif ini guru harus mampu menjadi role model dan posisi kontrolnya adalah sebagai manager yang lebih menekankan pada tumbuhnya kesadaran dari dalam diri siswa, bukan lantaran berlakunya hukuman. Di samping itu, untuk menerapkan budaya positif ini, guru tetap memperhatikan filosofis pemikiran KHD, terutama menerapkan among dan pamong, yaitu mengayomi, memfasilitasi, memotivasi dan berpihak pada anak. Selain itu, tetap memperhatikan kodrat anak dan kodrat alam.

Sebagai langkah awal untuk penerapan budaya positif, bisa dimulai dengan membuat kesepakatan kelas. Dalam pelaksanaannya, kesepakatan kelas ini harus melibatkan peserta didik.

Budaya positif yang tumbuh di kelas ini, hendaknya ditularkan kepada semua warga sekolah. Karenanya, seorang guru penggerak bisa berbagi praktik baik yang telah diterapkannya ini dengan rekan sejawat dalam pertemuan di sekolah, tentunya setelah terlebih dulu melakukan konsultasi dan koordinasi dengan kepala dan wakil kepala sekolah. Dengan adanya berbagi praktik baik untuk penerapan budaya positif ini, akan menciptakan sekolah yang teratur, nyaman, aman, serta terjadinya pembelajaran menyenangkan yang menekankan untuk mengeksplorasi hal-hal positif yang ada dalam diri peserta didik. Dengan demikian, visi sekolah pun akan lebih mudah untuk diwujudkan.

2.   Keyakinan Kelas

Sebagai langkah awal untuk penerapan budaya positif, bisa dimulai dengan membuat kesepakatan kelas. Dalam pelaksanaanya, kesepakatan kelas ini harus melibatkan peserta didik. Penerapan kesepakatan kelas sebenarnya bukanlah hal yang baru. Membuat kesepakatan kelas selalu dilakukan pada awal semester di kelas perwalian. Namun, selama ini dalam penerapannya memang tidak melibatkan peserta didik secara awal. Biasanya, pada awal semester, hanya menyampaikan aturan-aturan dan hal-hal yang harus dilakukan oleh peserta didik. Selanjutnya, peserta didik diminta mengikuti aturan tersebut. Jika tidak, ada konsekuensi berupa hukuman yang akan diberikan. Adapun Keyakinan Kelas VIII A adalah:

1.     Sebelum dan sesudah belajar wajib berdoa

2.     Senyum sapa dan salam bila bertemu guru dan teman

3.     Buang sampah pada tempatnya

4.     Saling menghormati agama dan keyakinan masing-masing

5.     Saling kerjasama didalam menjaga dan merawat sekolah



 


2.   Segitiga Restitusi

Dengan adanya keyakinan kelas membuat siswa harus tunduk dan patuh terhadap keyakinan/kesepakatan kelas yang telah disetujui bersama. Apabila ada siswa yang melanggar maka guru akan melakukan segitiga restitusi untuk menyadarkan siswa akan kesalahan yang telah diperbuat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aksi Nyata Modul 3.3